TALAMUS.ID, – Di banyak daerah di sulawesi selatan terdapat beberapa pasangan calon yang menggunakan kata hati untuk nama pasangan mereka. Tentu saja hal tersebut bukanlah kebetulan semata. sebagaimana kata Franklin D. Roosevelt, “in politics, nothing happens by accident. if it happens you can bet it was planned that way”. Pertanyaannya kemudian adalah, apa rencana di balik maraknya kata hati?
Untuk menjawab pertanyaan itu, ada dua cara pembacaan. Yang pertama adalah menganggapnya sebagai sesuatu hal yang telanjang; sebagaimana mestinya. Tapi, kembali pada pernyataan Roosevelt, it was planned all along. Maka, pasti ada semacam penjelasan lain; penjelasan alternatif, yakni melalui apa yang disebut sebagai pembacaan pesimistik. Contoh sederhana dari pembacaan pesimistik dapat ditemukan dalam semiotika atau semiologi—ilmu tentang tanda. Semiotika atau semiologi, selama ini dianggap oleh kalangan awam hanyalah sebuah metode atau ilmu yang membongkar makna di balik tanda, tetapi bagi Umberto Eco segala hal yang dapat digunakan untuk membongkar makna juga dapat digunakan untuk mengkonstruksi makna; segala hal yang dapat digunakan untuk membongkar kebohongan juga dapat digunakan untuk berbohong. Maka untuk menjawab pertanyaan apa rencana di balik maraknya kata hati? Kita perlu mengajukan pertanyaan lain: Apakah yang hendak disembunyikan atau dibongkar oleh penggunaan kata “hati”? Apakah yang hendak dimunculkan atau dikonstruksi oleh penggunaan kata “hati”?
Di dalam semiotika atau semiologi, terdapat semacam siasat untuk melakukan konstruksi atau mencari apa yang disembunyikan oleh sesuatu; dengan berfokus pada apa yang bukan atau yang tidak. Siasat seperti itu misalnya digunakan oleh Baudrillard dalam bukunya Berahi untuk melihat cara godaan berfungsi pada laki-laki dan perempuan. Bagi Baudrillard, cara perempuan menggoda adalah dengan cara pura-pura tergoda. Tentu tergoda adalah bukan menggoda atau tidak menggoda. Semiotika yang sama juga seringkali muncul dalam karya-karya sastra; seperti judul buku Sapardi Djoko Damono: Bilang Begini Maksudnya Begitu. Dan tentu saja dalam panggung politik; semiotika semacam itu juga seringkali muncul. Misalnya, bagaimana iklan salah satu partai politik besar di Indonesia mengenai perlawanan terhadap korupsi dengan tagline katakan tidak pada korupsi yang tiga di antaranya berakhir di penjara karena kasus korupsi. Tentu korupsi adalah bukan atau tidak merupakan tindakan perlawanan terhadap korupsi.
Contoh lain dari penggunaan siasat semacam itu dicontohkan oleh Zizek mengenai seksualitas. Bagi Zizek, seseorang yang banyak mengoleksi kaset atau majalah porno atau memajang poster-poster porno di dinding kamarnya, justru dilakukan bukan untuk menunjukkan keinginan untuk melakukan aktivitas seksual, melainkan justru untuk menekan aktivitas seksual. Bahkan, dalam tradisi keagamaan simbolisasi semacam itu juga muncul dalam malaikat dan iblis. Iblis selalu digambarkan sebagai makhluk yang gemar menghasut manusia untuk melakukan suatu perbuatan yang menyenangkan dan malaikat selalu gemar menghasut manusia untuk melakukan suatu perbuatan yang tidak menyenangkan. Dan kita semua paham, bahwa kesenangan yang ditawarkan oleh iblis pada akhirnya bukanlah suatu hal yang menyenangkan; dan sebaliknya ketidaksenangan yang ditawarkan oleh malaikat justru berujung pada hal yang menyenangkan. Seperti juga pepatah yang pernah diucapkan oleh seorang sahabat: tidak ada petapa yang pergi bertapa di atas ranjang hotel.
Kemungkinan pertama mengenai maraknya penggunaan kata hati ialah bahwa kata hati digunakan untuk mengajak pemilih datang ke bilik suara dengan pilihan dari hati nuraninya untuk memilih pemimpin yang sehati dengan warganya; pemimpin yang memberi kedamaian hati bagi warganya. Akan tetapi, para pemilih juga harus hati-hati dengan hatinya. Sebagaimana lagu dari Neil Young: Only Love Can Break Your Heart; hanya hati yang mampu menyebabkan sakit hati. Dan mungkin juga penggunaan kata hati punya siasat: mengkonstruksi apa yang bukan dirinya atau yang tidak akan mereka lakukan. Mereka yang kekurangan seksualitas akan menjelma menjadi Don Juan; mereka yang kekurangan uang akan pura-pura kaya; dan bukan tidak mungkin, mereka yang tidak punya hati akan berpura-pura punya hati. Karena itu, kita harus menanggapi dengan serius potongan lagu Queen berikut:
Kau berjalan menuju kehancuran sebab kau tidak pernah mampu membaca tanda. Too much love will kill you every time.
Penulis: Ahnaf Nadewa, Pengamat Kehidupan Publik